Penggunaan kata “JANGAN” pada anak
Ucapan-ucapan anda mencerminkan kekuatan
hidup anda (Josep A, 2009).
Kalimat di atas tertulis dalam buku Rahasia
di balik kata-kata. Buku ini menjadi referensi saya untuk membuat makalah dalam
pelatihan orientasi bagi pegawai baru di kantor saya. Tujuan saya menggunakan
buku ini yaitu ingin mencoba memperkenalkan cara berfikir baru kepada para
pegawai “baru” (read yang telah bekerja maksimal 5 tahun di kantor) agar mereka
mulai membangun kebiasaan positif dengan minimal menggunakan kata-kata positif
untuk diri mereka sendiri. Kenapa begitu? Karena ternyata ada banyak manfaat
yang bisa didapatkan dengan kita (orang dewasa) menggunakan kalimat positif.
Salah satu yang bisa saya cuplik yaitu “ Kata-kata yang diucapkan terhadap diri
sendiri ternyata jauh lebih berpengaruh dibandingkan dengan kata-kata yang
diucapkan oleh orang lain”. Pengaruhnya apa? Yaitu motivasi yang bisa kita
suntikkan untuk diri sendiri. Dengan
linieritas pikiran, ucapan, perbuatan dan karakter; maka ternyata kata-kata
memiliki peran yang tidak bisa dianggap sepele dalam kehidupan manusia. Bagi
orang dewasa, kata-kata ternyata dapat mencerminkan karakter orang tersebut.
Nah bagaimana dengan anak-anak? Apa
pengaruhnya bagi mereka.
Teori
perkembangan kognitif Piaget adalah salah satu teori yang menjelasakan
bagaimana anak beradaptasi dengan dan menginterpretasikan objek dan
kejadian-kejadian sekitarnya. Anak-anak
ternyata tidak pasif dalam menerima informasi. Di
sisi lain disebutkan bahwa anak-anak masih minim pengalaman, dia akan
mendapatkan informasi baru melalui ucapak dan perbuatan dari keluarga dan
lingkungan yang ada disekitarnya.
Nah
pertanyaan selanjutnya adalah, bagaimana mengkomunikasikan pesan dengan baik
pada anak sehingga mereka bisa menangkap informasi dengan benar?
Psikolog
Vera Itabiliana Hadiwidjojo, Psi berpesan yang perlu diperhatikan: Hindari kalimat negatif yang
mengandung kata “Jangan!" karena mereka akan kesulitan dalam menyimpulkan
bentuk kalimat negatif.
Saya mencoba mempraktekkan menggunaan kata
Jangan pada para peserta pelatihan saya yang biasanya berusia dewasa dalam sesi
ice breaking di hari terakhir pelatihan.
Asumsi saya, mereka telah beberapa hari berada di tempat pelatihan, minimal
mereka mengetahui mana arah selatan, utara, timur dan barat. Saya minta mereka
untuk berdiri dan mengarahkan badan mereka kea rah mana saja yang penting
JANGAN ke arah selatan. Apa yang terjadi? Ternyata setiap orang akan menunjuk
arah yang berbeda-beda. Dari 20 orang peserta, mereka tidak menunjuk pada arah
yang sama seperti yang ada di fikiran saya. Berbeda dengan instruksi ke dua saya., ketika
saya minta mereka untuk menunjuk ke arah timur. Kali ini semua orang menunjuk
arah yang sama dengan yang ada di fikiran saya.
Hal ini berlaku pula pada anak. Selain mereka
memang berada pada periode ingin tahu, penasaran, dan anti dilarang, mereka
juga mungkin memiliki persepsi yang berbeda dalam mengartikan kata JANGAN
dengan apa yang dimaksud oleh ibu/ayahnya.
Nah, masalahnya. Sebagai mak rempong dengan beribu
pekerjaan di rumah. Terkadang kita akan lebih mudah untuk bilang : Jangan
teriak-teriak, Jangan main hujan-hujanan, Jangan beli jajan sembarangan, jangan
coret-coret di dinding, dll.
Seorang teman pagi ini memberikan alternative
keren dalam mengganti kata jangan pada anak, seperti di bawah ini.
Kata
JANGAN Alternatif Kata
JANGAN
Jangan berebut Mainnya gantian ya
Jangan berteriak Ibu dapat mendengarmu sayang, coba kecilkan
suaramu
Jangan memukul teman! SAyangi temanmu
Jangan lari-larian di rumah Kalo
ingin berlari, kita main di luar saja
Jangan buah sampah sembarangan Sampahnya masukan ke tempatnya ya
Jangan berkelahi Ayo, main sama-sama
Jangan melawan Ibu! Coba dengarkan perkataan Ibu.
Jangan berantakin mainan! Usai main, kembalikan mainan ke tempatnya
ya
Jangan rusak mainan! Ingat film Toys? Nah ayo gunakan mainan dengan benar
Jangan loncat-loncat di sofa! Sofa untuk duduk, sayang. Meloncatnya
diluar saja, ya.
Dll
Ekspresi pertama saya ketika baca tulisan ini
adalah, wah keren juga tuh. Bisa saya pake di rumah. Tapi pengalaman 8 tahun
jadi ibu telah mengajarkan saya bahwa belum tentu apa yang sudah kita pahami
dalam mendidik anak, dapat semuanya kita terapkan. Sebagai mak, saya setuju
dengan “Hindari menggunakan kata Jangan pada anak”, dengan beribu kali
mengingatkan diri sendiri untuk menggunakan kata positif pada anak. Tapi
kenyataan kadang berjalan beda.
Pada saat si kembar yang satu pipis, maka
saya harus mengganti popoknya, sedang si kembar yang lain sedang nangis minta
minum susu. Di waktu yang sama, mas Al (4 tahun) lagi senang-senangnya main
air, dan si kakak (8 tahun) lagi suka sama jajanan abang-abang lewat yang saya
paling tidak setuju untuk dibeli. (Karena harganya terlalu murah, pastinya gak
sehat). Sedetik pasti saya akan teriak, “Mas Al jangan main hujan” dan “Kakak
Za, jangan beli jajan sembarangan”. Alih-alih berfikir cari kata positif, dalam
keruwetan kejadian yang ada, saya malah akan jadi semakin frustrasi.
Oleh karena itu, saya memilih cara-cara
berikut ini :
·
Jangan hujan-hujanan : Saya memilih
mendesain kamar mandi dengan menggunakan shower, karena saya tahu, kodrati
anak-anak suka main hujan. Jadi pas ada hujan, saya akan bilang. Mas, main
hujannya di kamar mandi aja sana.
·
Jangan beli jajan sembarangan : Saya menyetok jajanan sehat di rumah.
Dari mulai rebus-rebusan (kadang-kadang) sampai biking macaroni keju, donut
homemade, pudding, dll (kadang-kadang juga, hehe)
·
Jangan merusak mainan : Sama dengan jurus di atas, ttg film toy story. Pada saat
di tv lagi nampilin toy story, disitu saya d suami sambil nobar (nonton bareng)
bilang, tuh mas kasihan ya mainannya ada yang dikasarin sama yang punya. Kita
harus sayang sama mainan. Pas rilex seperti ini, pesan ini akan mudah
dimengerti dan diikuti dari pada berteriak-teriak saat mainan di banting.
·
Jangan mencoret-coret dinding : Saya memasang whiteboard selebar setengah dinding ruang tamu, agar dia bisa bebas
mencoret-coret whiteboard itu. Minimal bisa dihapus lagi kalo sudah
dicoret-coretin. Tapi percayalah mak, mencoreti dinding itu naluri anak kok.
Biarkan saja-lah jika akhirnya mereka nyoret-nyoret lagi. Akhir tahun kita bisa
menyuruh mereka mencat rumah kita. Mereka pasti akan senang, dan capek. Begitu
tahu kalo ngecat rumah tuh capek, mereka akan “hati-hati” coret dinding kok.
Dan strategi lainnya.
Intinya, sebagai mak meskipun rempong, kita harus mengikhlaskan sedikit bila
rumah menjadi sedikit kotor, mainan bertebaran di mana-mana, dinding habis
dengan goresan gak bertema, bahkan mungkin saling berkelahi sedikit agar mereka
bisa belajar cara membela diri, dan yang penting memberi mereka hak mereka
untuk bermain.
Bagus lagi kalo kita bisa
ikutan mereka main, tapi kalo kita tidak sempat bermain dengan mereka, berikan mereka
waktu untuk berekspresi. Yang penting kunci dan komitmen, setelah bermain mereka
harus merapikan kembali mainan itu. Sebuah perjanjian juga penting dibuat
kepada anak-anak. Seperti hanya sebuah reward
dan punishment yang bisa kita
sepakati dengan si buah hati.
Jadi selamat berekspresi dan
berekplorasi dengan buah hati anda.
5 Komentar untuk "Penggunaan kata “JANGAN” pada anak "
Postingannya bagus dan sangat bermanfaat bagi saya yang seorang ibu.
Salam kenal dan suksea mak.
Liswanti627.blogspot.com
Trimakasih mbak lisnawati, salam kenal juga ya
Jadi orang tua memang harus cerdas ya mbak, tipsnya keren
terimakasih mbak fenny ferawati. salam kenal juga mbak lisnawati
banyak pengalaman hidup yang bisa di petik yah,,,
banyak perjuangan,, itu motivasi buat saya,,bagus bangetssss
Posting Komentar