Empat alasan Sesat Pikir Afi dalam kasus 80 Juta



Sumber : Google



½ kosong = ½ berisi, ½ = ½, jadi kosong = berisi

Jika anda setuju dengan kesimpulan diatas, maka anda sedang terjebak dalam sesat pikir.  Seperti sebagian besar kita (manusia) yang secara sadar maupun tidak sadar terjebak dalam propaganda argumentasi yang keliru. Sayangnya, hal ini sepertinya semakin lama semakin sering digulirkan oleh sebagian pihak untuk memuluskan mereka menyampaikan atau memaksakan kebenaran untuk pihak lain. Tentunya, para pihak ini memiliki intensi dan maksud tertentu atas usaha yang mereka lakukan.

Saya tidak ingin menanggapi sesat pikir dalam masa kampanye yang hampir setiap hari mampir di wall pribadi saya, baik laman facebook, ig maupun perpesanan. Namun, saya mencoba menguraikan sedikit propaganda yang disampaikan oleh salah satu pihak dalam menganalisa kasus penangkapan artis VA dan AV plus pengusaha dengan transaksi senilai puluhan juta di Surabaya. Ya, kasus 80 ini tiba-tiba viral ditengah kehebohan kasus 70 yang sudah mulai surut. Apa ini tanda-tanda masyarakat kita sudah mulai bosan dengan gegap gempira tahapan pemilu yang bahkan baru sedang dimulai?
Saya tidak akan mengupas siapa dan bagaimana kasus 80, Tapi ingin menganalisa tanggapan AFI atas kasus ini.

Yang tidak tahu siapa AFI, silahkan brouwsing AFI dan tanggapan 80 ya, pasti nemu deh.
Saya menilai , analisa AFI tersebut sesat pikir, karena :

Pertama, Fallacy of False Analogy
(Kekeliruan Karena Salah Mengambil Analogi)
Afi salah mengalanogikan dua masalah yang kelihatannya mirip tapi sebenarnya berbeda secara mendasar.

Hal ini terlihat dalam penjelasan AFI di :
“Ada permintaan, ada penawaran. Hukum pasar dalam bidang ekonomi pasti seperti itu. Dan VA berhasil melampaui hukum pasar tersebut, dia menciptakan pasarnya sendiri. Dia yang memegang kontrol dan otoritas atas harga, bukan konsumennya. Saya justru penasaran bagaimana VA membangun value/nilai dirinya, sehingga orang-orang mau membayar tinggi di atas harga pasar reguler. Seperti produk Apple Inc. atau tas Hermes-- kita bisa belajar dari sana.
Padahal, seorang istri saja diberi uang bulanan 10 juta sudah merangkap jadi koki, tukang bersih-bersih, babysitter, dll. Lalu, yang sebenarnya murahan itu siapa? *eh 😝
(Makanya, kalau tidak mau dihakimi jangan menghakimi).” *Sumber, wall facebook Afi, 2018
Kekeliruan mendasar yang dilakukan yaitu menyandingkan antara praktek prostitusi dengan kehidupan keluarga hanya karena ada sejumlah uang disana. Tentunya hal ini kesalahan yang besar. Boleh jadi memang benar bahwa proses prostitusi itu memang kegiatan ekonomi, tetapi tentu saja tugas menafkahi suami atas istri dan keluarganya tidak dilakukan atas faktor tersebut. 
Kedua, Fallacy if Irrelevent Argument
(Kekeliruan Karena Argumen yang Tidak Relevan)
Lanjutan kesalahannya yaitu Afi menggunakan argumen yang tidak relevan, tidak ada hubungannya dengan pokok pembicaraan.
Contoh : 
Saya justru penasaran bagaimana VA membangun value/nilai dirinya, sehingga orang-orang mau membayar tinggi di atas harga pasar reguler. Seperti produk Apple Inc. atau tas Hermes-- kita bisa belajar dari sana.
Padahal, seorang istri saja diberi uang bulanan 10 juta sudah merangkap jadi koki, tukang bersih-bersih, babysitter, dll. Lalu, yang sebenarnya murahan itu siapa?
Ini sama dengan kesalahan  “Kau tidak mau mengenakan baju yang aku belikan. Apakah engkau mau telanjang berangkat ke perjamuan itu?” seperti AFI menguraikan tugas istri dalam menjadi koki, tukang bersih-bersih dengan value yang diberikan AV sebagai pokok pembicaraan.
Ketiga, Fallacy of Ignorance
(Kekeliruan Karena Kurang Tahu)
Saya merasa AFI kurang memahami tentang apa dan bagaimana sebuah keluarga itu dibentuk, sehingga dia memaksakan argumentasinya benar sedang dia sendiri memiliki kelemahan dalam pengetahuannya. Hal ini jelas terlihat bagaimana dia memasukkan peran istri dalam keluarga kedalam analisa pertamanya. Coba hubungkan saja bagaimana keluarga mengatur itu semua. Jika memahaminya, maka andapun tidak akan berani mencampurkan ajaran Tuhan ini dan disamakan dengan prostitusi

Keempat, Fallacy of Appealing to Pity
(Kekeliruan Karena Mengundang Belas Kasihan)
Kekeliruan berfikir karena menggunakan uraian yang sengaja menarik belas kasihan untuk mendapatkan konklusi yang diharapkan. Uraian itu sendiri tidak salah tetapi menggunakan uraian-uraian yang menarik belas kasihan agar kesimpulan menjadi lain. Padahal masalahnya berhubungan dengan fakta, bukan dengan perasan inilah letak kekeliruannya.

Contoh dalam uraiannya :
(Premis 1)Iya, memang, banyak kasus laki-laki menindas perempuan, tapi seringkali PEREMPUAN LEBIH KEJAM terhadap sesama kaumnya.... Miris!

(Premis 2)Contoh paling konkrit adalah gerbong khusus wanita di KRL. Sadissss, saling dorong, saling sikut, rebutan dengan lebih liar nan bengis dibanding gerbong reguler... Tapi perempuan tak punya pilihan lain, demi menghindari pelecehan seksual.

Kesimpulan : Wahai perempuan, dunia ini sudah sulit. Jangan tambahi kesulitan kita dengan menjadi jahat, menjadi hakim terkejam bagi sesama perempuan.


Nah, itulah empat kesalahan terbesar dalam analisa AFI. Belum lagi dengan hukum silogisme dasar yang banyak dilanggarnya, sehingga sudah pasti tulisan itu banyak mengandung sesat pikir. Sayangnya, pendapat itu banyak direfer dan disetujui oleh pengikutnya.  Sayang sekali. Kenapa? Karena sebagai manusia kita mustinya lebih mau untuk menggunakan daya nalar dan rasa berpikir kritis yang kita miliki sehingga terhindar dari propaganda salah seperti contoh tersebut.

Salam Jum’at berkah.




Belum ada Komentar untuk "Empat alasan Sesat Pikir Afi dalam kasus 80 Juta"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel