Social Distancing Mencegah Covid-19
Kalau ada sebuah misi perjalanan ke dalam hutan belantara yang penuh ancaman dan saya harus memilih seperangkat pakaian, maka saya akan memilih :
A. Celana pendek, kaos, sandal dan kaca mata hitam.
=============
B. Celana panjang, sepatu, kaos, longjhon, jaket, topi, helm, kaca pembesar dan sarung tangan.
=============
C. Sepatu, celana panjang, kaos, jaket, topi dan kompas.
=============
Kalau pilihan saya adalah A, bisa jadi saya bukanlah orang yang pencemas tapi cenderung menganggap enteng sebuah ancaman. Bagaimana mungkin saya harus berjalan di dalam hutan belantara tapi saya tidak peduli akan ancaman binatang buas di dalam hutan. Saya lupa kalau di dalam hutan ada ular berbisa, harimau, kalajengking dkk yang setiap saat akan memangsa daging saya yang saya pamerkan dengan celana pendek yang saya pakai.
===================
Kalau saya pilih B, maka saya masuk golongan lebay atau terlalu cemas. Kondisi terlalu cemas membuat saya khawatir berlebihan sehingga tindakan saya jadi tidak rasional atau malah saya tidak berbuat apa-apa. Buat apa sih saya pake topi, pakai helm dan bawa kaca pembesar, bukankah ini mempersulit gerak dan perjalanan saya nantinya. Saya jadi sibuk dengan ketakutan saya sendiri.
=====================
Kalau saya pilih C sepertinya ini adalah pilihan yang tepat. Saya memang harus cemas tapi tidak berlebihan. Kecemasan yang wajar membuat saya waspada akan perjalan saya. Saya jadi berhati-hati melangkah agar tidak bertemu atau jika bertemu saya tahu bagaimana menghindar dari binatang buas. Kondisi agak cemas inilah yang akan membuat saya tetap rasional memecahkan permasalahan yang saya hadapi.
(Darmawan US, 2020)
=====================
Saya sudah kerja dari rumah sejak 5 tahun yang lalu dengan sesekali pertemuan offline di luar rumah. Ketika sesi kuliah, training atau sekedar bercanda tawa dengan sahabat.
Minggu ini, full kami berada di rumah. Saya telah melewati beragam aktivitas di rumah
1. Membimbing mahasiswa lewat sesi online.
2. Mendampingi anak belajar di rumah.
3. Membatalkan semua pertemuan yang tidak begitu penting.
4. Mengikuti perkembangan informasi Corona yang benar.
5. Tidak meneruskan berita tentang Corona yang lebih banyak menimbulkan kepanikan dari pada edukasi.
6. Persiapan secukupnya. Mencoba tidak panic buying, kasihan pada orang lain yang lebih membutuhkan.
5. Memasak makanan sendiri, selamat tinggal pesanan makanan dari luar
6. Mengikuti aturan dan anjuran pemerintah soal pekerjaan dan bagaimana menjaga diri, serta tidak mencaci maki pemerintah karena masalah ini.
7. Memperbanyak aktivitas pagi di halaman rumah demi bertemu matahari pagi yang baik
8. Mengikhlaskan mbak asisten rumah tangga istirahat di rumahnya, dan membagi pekerjaan domestik dengan seluruh anggota keluarga. Agar mereka lebih tahu ketrampilan hidup. Demi penjagaan dan meningkatkan bonding diantara kami
9. Menunda mudik. Meski kangen tapi kami masih berkomunikasi via online
10. Memaksimalkan ibadah, berserah diri, biar tangan Allah yang menjaga kita.
==============
Kesepuluh upaya itu adalah ikhtiar Saya mencegah Covid-19. Bukan karena saya pro pemerintah atau bukan. Apalagi politik dan pilihan tertentu. Ini adalah tentang kemanusiaan. Kita perlu melakukan upaya_ralat memprioritaskan upaya demi keselamatan sesama manusia.
Bukanlah sesuatu yang gampang, memang. Kenapa?
Pertama, kita tinggal di negara_yang akuilah secara infrastuktur dan ekonomi belum mampu menghadapi hentaman pandemi ini. Sehingga protokol kesehatan yang dikeluarkan pemerintah selalu memprioritaskan isolasi diri secara mandiri, baik itu sehat maupun memiliki gejala serupa. Rujukan dilakukan jika ada penyakit klinis lain yang menyertai. Jika tidak, cukuplah kita bersyukur, menguatkan imunitas diri, dan menguatkan hati menata rasa dengan tetap menjaga jarak_SOCIAL DISTANCING.
Kedua, Bangsa kita terkenal sebagai bangsa yang majemuk. Yang memiliki keberagaman suku bangsa ras dan agama. Bahkan juga keberagaman penafsiran dalam membaca anjuran pemerintah untuk belajar, bekerja dan beribadah dari rumah. Saya tidak fanatik dengan pemerintah. Namun membaca data dan fakta yang terjadi di bagsa lain sudah cukup memberikan pembelajaran. Tidakkah kita ingin menjadi bangsa yang mampu belajar dari pengalaman orang lain?
Cukuplah negara Itali yang pada saat himbauan isolasi diri, diabaikan oleh masyarakatnya akibatnya mengerikan.
Maka saya sedih, ketika melihat time line pertemuan besar masih diadakan bahkan lembaga bimbel anak saya masih memberlakukan kelas di hari diberlakukan libur sekolah. Keputusan masuk dan tidak diberikan kepada murid, yang membayar.
Bukannya khawatir berlebihan, tetapi tepat dalam melakukan tindakan.
Ini adalah tentang ikhtiar
Bekerja sungguh-sungguh (dari rumah) dan beribadah semaksimal mungkin layaknya engkou meninggal esok hari.
Hanya satu saat ini.
SOCIAL DISTANCING
Kesepuluh upaya itu adalah ikhtiar Saya mencegah Covid-19. Bukan karena saya pro pemerintah atau bukan. Apalagi politik dan pilihan tertentu. Ini adalah tentang kemanusiaan. Kita perlu melakukan upaya_ralat memprioritaskan upaya demi keselamatan sesama manusia.
Bukanlah sesuatu yang gampang, memang. Kenapa?
Pertama, kita tinggal di negara_yang akuilah secara infrastuktur dan ekonomi belum mampu menghadapi hentaman pandemi ini. Sehingga protokol kesehatan yang dikeluarkan pemerintah selalu memprioritaskan isolasi diri secara mandiri, baik itu sehat maupun memiliki gejala serupa. Rujukan dilakukan jika ada penyakit klinis lain yang menyertai. Jika tidak, cukuplah kita bersyukur, menguatkan imunitas diri, dan menguatkan hati menata rasa dengan tetap menjaga jarak_SOCIAL DISTANCING.
Kedua, Bangsa kita terkenal sebagai bangsa yang majemuk. Yang memiliki keberagaman suku bangsa ras dan agama. Bahkan juga keberagaman penafsiran dalam membaca anjuran pemerintah untuk belajar, bekerja dan beribadah dari rumah. Saya tidak fanatik dengan pemerintah. Namun membaca data dan fakta yang terjadi di bagsa lain sudah cukup memberikan pembelajaran. Tidakkah kita ingin menjadi bangsa yang mampu belajar dari pengalaman orang lain?
Cukuplah negara Itali yang pada saat himbauan isolasi diri, diabaikan oleh masyarakatnya akibatnya mengerikan.
Maka saya sedih, ketika melihat time line pertemuan besar masih diadakan bahkan lembaga bimbel anak saya masih memberlakukan kelas di hari diberlakukan libur sekolah. Keputusan masuk dan tidak diberikan kepada murid, yang membayar.
Bukannya khawatir berlebihan, tetapi tepat dalam melakukan tindakan.
Ini adalah tentang ikhtiar
Bekerja sungguh-sungguh (dari rumah) dan beribadah semaksimal mungkin layaknya engkou meninggal esok hari.
Hanya satu saat ini.
SOCIAL DISTANCING
Semarang, 19 Maret 2020
Belum ada Komentar untuk "Social Distancing Mencegah Covid-19"
Posting Komentar