Psikologi Pandemi Bagian 1: Mari Jadikan Sabar dan Solat Sebagai Penolong
Seperti kita ketahui, Covid 19 memiliki gejala seperti
influensa. Di tahun 2019, WHO menyatakan pandemi influenza sebagai salah satu
ancaman kesehatan terkemuka yang dihadapi dunia. Hingga tahun 2020 ini, Covid
19 telah menjadi ancaman negara kita, sehingga pemerintah betul-betul serius
melakukan rangkaian penanggulangan terhadap bencana ini.
Tercatat dalam sejarah, pandemi influensa dengan mode dampak
dan penganan yang sama seperti Covid 19 ini telah terjadi bertahun lalu.
Tepatnya pandemi flu Spanyol 1918. Bahkan di kala itu, serangannya lebih dahsyat.
“Terlepas dari berlalunya dekade, James S. yang berusia 96 tahun dengan jelas mengingat pandemi flu Spanyol 1918. Dia berusia 8 tahun saat itu. Kota itu terhenti. Sekolah dan teater ditutup, dan tarian serta pertemuan sosial lainnya dilarang. James bahkan tidak diizinkan pergi ke taman bermain setempat karena ayahnya takut dia akan jatuh sakit. Ibadah gereja dilarang, kendati ada protes dari pendeta. James mengingat peti mati pinus di ruang depan rumah keluarga, berisi mayat ibu dan adik perempuannya. Itu semua terjadi begitu cepat; orang bisa jatuh sakit di pagi hari dan mati pada malam hari. Orang-orang takut meninggalkan rumah mereka, kenangnya, walaupun pemerintah perlu mengenakan denda jika orang yang terinfeksi keluar di tempat umum, karena beberapa orang yang sakit menolak untuk tetap tinggal di dalam rumah.”
(Taylor, 2019)
Penyebab pandemi atau musuh bersama
yang begitu kecil yang berupa virus maupun bakteri membuat gelombang ketakutan
manusia. Dengan cepat, flu tersebut menjadi pandemi dunia. Bertahun lamanya
dunia kesehatan mengembangkan bidang ilmu terkait seperti kedokteran,
mikrobiologi maupun psikologi klinik yang membahas dampak pandemi pada aspek
psikologi. Dan nyatanya, hingga kini pandemi influensa tampaknya menjadi sumber
ancaman dari pandemik yang akan datang.
Faktanya
kita bisa menemukan berita terkait, serangan Covid 19 ini tidak hanya tunggal.
Corona yang sekarang dihadapi bangsa
Indonesia dinyatakan merupakan transformasi ke-3 Corona sejak pertama kali
ditemukan di Wuhan-China. Dan berita terbaru menyatakan kini ada serangan Covid
19 terbaru yaitu orang tanpa gejala.
Saya tidak
akan berbicara lebih lanjut dari pandemi ini. Bagian pertama psikologi pandemi
ini hanya ingin mengarisbahwahi bahwa pandemi ini adalah sesuatu yang serius.
Di tengah entah masih ramainya orang-orang berlalu lalang di luar rumah.
Mungkin itu adalah kebutuhan (harus keluar rumah demi bertahan hidup) namun
sepertinya tak sedikit pula yang tidak peduli dengan masalah yang ada.
Jamak berkata, "Sabar aja, ini ujian!". Namun apakah kita sudah meletakkan
definisi sabar yang tepat?
Di bagian ini saya ingin mengutip isi tausiah Prof. Dr. Didin
Hafidhuddin sore ini berkenan mengisi tausiyah online di acara buka bersama virtual di hari
pertama Ramadhan. Kegiatan yang diselenggarakan yang diselenggarakan oleh ICMI-KAHMI Bogor. Beliau berpesan: Orang sabar membuat apapun yang dialaminya
bernilai hikmah. Termasuk menghadapi pandemi
Corona ini, dia akan menerimanya sebagai kesempatan. Kesempatan untuk
berbuat lebih baik; menumbuhkan sebanyak mungkin emosi positif; beribadah lebih
banyak baik ibadah kepada Tuhan-Nya maupun ibadah kepada sesama manusia.
Dan Allah SWT
berfirman di Q.S Al Baqarah ayat 153 yang berbunyi “Wahai orang-orang
yang beriman jadikanlah SABAR dan SHOLAT sebagai penolongmu. Sesungguhnya
Allah beserta orang-orang yang sabar.
Semoga kita semua dimasukkan ke dalam orang-orang yang sabar. Aamiin
Salam sehat dan bahagia
Semarang, 25 April 2020
Referensi
Taylor, S.
(2019). The Psychology of Pandemic: Preparing for The Next Global Outbreak
of Infectious Desease. Newcastle UK: Cambridge Scholar Publishing.
15 Komentar untuk "Psikologi Pandemi Bagian 1: Mari Jadikan Sabar dan Solat Sebagai Penolong"
Setuju banget mbak, memang harus sabar dan bersyukur dengan keadaan ini, waktunya kita introspeksi diri dan membantu sesama, semoga segera berakhir pandeminya aamii
Iya nih Mbak, masih suka sedih karena masih banyak yang melanggar ketentuan Pemerintah. Masih banyak orang bepergian tanpa masker dan masih sering ada kerumunan.
Apalagi waktu jelang buka puasa banyak banget kerumunan untuk membeli makanan buka.
Semoga momen Ramadhan ini makin mendekatkan kita kepada Allah yaa :)
Makasih ya mbak sudaj diingatkan. Terkadang bosan hampir 2 bulan di rumah aja. Biasanya wisata kuliner, sekarang ya masak sendiri terus hihihi
apalagi menjalani hari-hari pandemi pada bulan ramadhan. semoga makin banyak hikmah yang bisa diambil. makasih mbak diingatkan lagi tentang sabar ini.
Setuju Mbak, banyak bersyukur saat susah maupun sennag itu wajib biar tidak kufur nikmat dan bisa menuai hikmah semoga kita termasuk orang-orang yang beruntung ya mbak amin
Setuju bangeet mbak. Sabar dan sholat itu memang penolong terampuh dalam kondisi apapun.
lagi2 kita diingatkan dengan pandemi ini bahwa tdak ada yang kita butuhkan kecuali pertolonganNya, menghadapi kejadian ini dg sabar dn sholat. kdang manusia bnyak mengeluh huhu
Pandemi ini memang memberikan banyak pelajaran bagi kita, ya, Mbak. Kudu sabar, nggak bisa ngajar, ya, sudah, nikmati. Anak rewel minta keluar rumah terus, ya, sabar.
Iya,butuh kesabaran dan keikhlasan. Tuhan sedang mengingatkan utk byk2 berdoa nih.
Sebenarnya ayat tentang jadikanlah sabar dan shalat sebai penolong itu turun saat perang khandak. Tapi ayat tersebut memang bisa dijadikan pedoman apabila menghadapi permasalah yang cukup pelik apalagi global seperti ini. Ketika di zaman Rasulullah juga pernah terjadi wabah seperti demam, batuk macam influensa ya. Abu Bakar, dan Ja'far, dan banyak sahabat lainnya juga kena. Cuma gak ada keterangan ada yang wafat atau tidak. Adanya hadis untuk tidak medatangi daerah yang sedang terkena wabah (Waktu itu Yastrib) sama keluar dari daerah wabah sampai wabah tersebut berlalu. (Sumber buku: Muhammad - Martin Lings)
Kita semacam lagi dijewer gitu kalik ya Mb Yuli. Diminta untuk banyak bertobat, mohon ampunan dan berikhtiar terbaik untuk memutus rantai penyebaran virus ini. Sedih banget sebenarnya melihat banyak orang yang tumbang dari sisi ekonomi. Insya Allah pandemi ini segera berakhir dan semua keterpurukan ini bisa segera diatasi.
Pertama kali salat tarawih aku nangis mbak... Sedih banget rasanya. Beda banget suasana menjelang Ramadhan. Memang saatnya banyakkin doa dan bersabar
harus bener bener banyak bersyukur dan sabar mbak, Berserah diri dan semakin mendekatkan diri kepadaNYA, dan semoga kita termasuk orang orang yang beruntung. amiin
Ramadhan tahun kemarin, aku sempat berpikir apakah bakal menjumpai ramadhan yang sama? Tapi sempat aku usir jauh-jauh dari pikiran waktu itu. Namun ketika akhirnya mengalami ramadhan yang berbeda, kayak diingatkan bahwa setiap ibadah yang kita jalani harus naik tingkatannya. Dan sabar memang harus menjadi bagian dalam hidup ini, agar bisa mengambil hikmah dari setiap peristiwa
Rasanya kayak diuji banget mbak dalam kondisi ini, ramadan juga berasa ada yang beda. Dan barusan juga mikir, Allah ngasih keadaan ini tuh memang kita sebagai manusia harus mikir dan memperbaiki diri.
Posting Komentar