Verbal bullying terkait Covid 19 adalah Stigma. Stop dan mulailah dari keluarga!
Kalimat
pertama di berita Kompas.com beberapa hari yang lalu sungguh menyedihkan. Sebuah
artikel yang tayang di Kompas.com dengan judul “Kisah pasien Positif Corona, Di-bully di Media Sosial tapi Didukung dan Dibantu". Secara
lengkapnya tertulis Muhammad Wahib Herlambang, pasien positif virus corona baru
atau Covid-19 di Balikpapan, Kalimantan Timur, mengisahkan perlakuan
diskriminatif yang diterima keluarganya di media sosial (Daton, 2020). Di lain kesempatan, banyak pula perilaku diskriminatif terkait Corona yang tidak hanya ke pasien, ke keluarga dan bahkan ke petugas medis yang menjadi penolong utamanya.
Seolah tidak cukup pandemi yang telah merambah ke hampir seluruh provinsi di Indonesia dengan jumlah pasien positif corona yang semakin banyak. Perilaku berkomentar di media sosial yang cenderung menyakitkan atau istilah kerennya nyinyir justru akan menambah penderitaan pasien maupun keluarga yang mengalaminya. Mereka sudah sakit, akan menjadi lebih sakit lagi. Miris!
Seolah tidak cukup pandemi yang telah merambah ke hampir seluruh provinsi di Indonesia dengan jumlah pasien positif corona yang semakin banyak. Perilaku berkomentar di media sosial yang cenderung menyakitkan atau istilah kerennya nyinyir justru akan menambah penderitaan pasien maupun keluarga yang mengalaminya. Mereka sudah sakit, akan menjadi lebih sakit lagi. Miris!
Tentang Verbal Bullying
Jika
bertemu muka, mungkin kita akan segan ber-nyinyir, terutama kepada orang yang
lebih tua. Tapi dengan jarak virtual, jemari kita seolah tanpa dosa
meninggalkan jejak kata yang menyakitkan. Dan teman, ini adalah bullying. Bullying
adalah perbuatan intimidasi dari seseorang terhadap seseorang lain untuk
menjatuhkan martabatnya sebagai manusia. Memarahi, merendahkan, mencemooh dengan
kata-kata yang tidak pantas adalah salah satu bentuk verbal bullying. Dari laporan KPAI pada laman KPAI.go.id dalam
kurun waktu 9 tahun terakhir tercatat sudah ada 2.473 laporan verbal bullying
yang dialami orang muda di dunia pendidikan maupun media social (Keban,
2020) .
Saya yakin angka di atas hanya fakta yang terlihat dan tercatat dilaporan
saja. Kenyataannya bisa lebih besar dari itu. Apalagi dengan semakin panjangnya
kebijakan di rumah aja dan sistem belajar dan bekerja dengan online, akses ke
media sosial otomatis semakin tinggi dari kondisi normal sebelum pandemi ini
terjadi.
Kenapa verbal bullying mudah dilakukan?
Sekarang kita
coba menelaah kenapa dan apa yang bisa kita lakukan.
Kenapa kita
mudah mem-bully? Nyinyir seolah menjadi
hal yang normal untuk dilakukan. Setelah membina orang lain, seolah-olah kita
puas. Sebenarnya, nyinyir bukanlah suatu
gangguan kejiwaan, melainkan murni variasi dari sifat manusia. Akan tetapi
nyinyir bisa jadi merupakan salah satu sifat dari orang yang mengalami gangguan
kejiwaan seperti gangguan kepribadian (personality disorder) atau bipolar (Wiradarma, 2018) .
Tentunya anda setuju, perilaku verbal
bullying ini tidak bisa didiamkan. Terutama pada saat kondisi bencana seperti
ini. Menghadapi pandemi Corona, kita butuh optimisme dan sikap saling
mendukung. Perasaan bahagia, bersyukur agar tercipta emosi posiitif dan
memperkuat imun tubuh kita. Verbal bullying
Corona menimbulkan stigma dan Organisasi kesehatan dunia atau WHO bahkan menyatakan
Stigma lebih berbahaya dari virus corona
itu sendiri.
Tips untuk Stop Stigma Corona
Menghentikan
stigma penting untuk meningkatkan ketangguhan kita melawan Covid 19. Setiap orang dapat membantu dengan berhenti
memberikan Stigma terkait Covid 19. Berikut adalah tipsnya
Pertama
Percaya pada informasi, fakta dan data
yang benar. Caranya dengan menggunakan
ingormasi dari sumber yang terpercaya. Dari pemerintah dan otoritas terkait
yang memiliki kebenaran informasi terkait perkembangan Corona Virus.
Kedua
Abaikan dan jangan teruskan berita-berita
bohong yang beredar di sosial media kita. Pilih berita dan aktivitas yang
menggembirakan. Agar kita lebih bahagia dan sehat.
Ketiga
Berikan apresiasi kepada petugas medis
dan paramedis yang melakukan tugasnya dengan membagikan berita tentang kesuksesan,
kesembuhan dan semangat untuk sehat,
Keempat
Ciptakan lingkungan yang positif. Seperti
saling mensupport usaha yang dilakukan oleh tetangga sekitar kita, menghimpun
gerakan-gerakan sosial untuk membantu lingkungan sekitar yang membutuhkan.
Stigma Corona dan Keluarga: Peran Orangtua untuk Berbuat Sesuatu
Langkah termudah
dan terdekat yang bisa kita lakukan terkait topik ini adalah di lingkup
keluarga. Sebagai orangtua, kini kita tidak bisa lagi mengelak penggunakan
teknologi pada anak-anak kita. Kita juga perlu menceritakan fakta yang
sebenarnya terkait perkembangan Corona kepada mereka. Tentunya dengan cara yang
mereka pahami. Bukan untuk membuat mereka takut namun justru melindungi dan
menciptakan kewaspadaan.
Anak-anak
memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan yang terbaik dari orang tuanya. Teknologi
informasi juga memiliki kelemahan, dengan kehadiran media sosial. Peran orang
tua menjadi penting sebagai perisai dalam begitu gencarnya serangan informasi
melalui media sosial. Orang tua harus peduli. Kenapa? Ya, karena orang tua adalah role model terbaik dari anak-anaknya. Kita yang mengajarkan untuk melakukan atau tidak dengan stigma. Orang tua adalah orang dewasa yang tentunya memiliki pemahaman dan pengalaman yang lebih
banyak daripada anak. Menjadi orang tua yang bijak begitu penting, karena
kitalah hakim di rumah, atas hal yang benar dan tidak benar yang beredar di
media sosial.
Yuk, sama-sama
kita enyahkan perilaku verbal bullying yang menimbulkan stigma. Mari jaga
anak-anak dan keluarga kita dari perilaku buruk ini. Semoga negara kita segera
keluar dari Pandemi Corona. Aamiin.
Referensi
Daton, Z. D. (2020, April 18). https://regional.kompas.com/read/2020/04/04/08075571/kisah-pasien-positif-corona-di-bully-di-media-sosial-tapi-didukung-dan.
Retrieved April 20, 2020, from www.regional.kompas.com:
https://regional.kompas.com/read/2020/04/04/08075571/kisah-pasien-positif-corona-di-bully-di-media-sosial-tapi-didukung-dan
Keban, F. (2020, April 14). https://www.kompasiana.com/kebanfrengky/5e951db2097f36226271ed72/bullying-ditengah-wabah-corona-bukti-kita-kehilangan-nurani.
Retrieved April 20, 2020, from www.kompasiana.com:
https://www.kompasiana.com/kebanfrengky/5e951db2097f36226271ed72/bullying-ditengah-wabah-corona-bukti-kita-kehilangan-nurani
Taylor,
Steven. The Psychology of Pandemics, Preparing for the next Global. 2019
Wiradarma, K. (2018, Desember 13). https://www.liputan6.com/health/read/3811206/nyinyir-semata-mata-karena-iri-atau-tanda-gangguan-jiwa.
Retrieved April 20, 2020, from www.liputan6.com: https://www.liputan6.com/health/read/3811206/nyinyir-semata-mata-karena-iri-atau-tanda-gangguan-jiwa
1 Komentar untuk "Verbal bullying terkait Covid 19 adalah Stigma. Stop dan mulailah dari keluarga!"
Kasihan sekali korban corona ya Mbak, ibarat sudah jatuh tertimpa tangga. Sudah kena virus mematikan, dijauhi orang dan masih juga dibully. Masyarakat perlu edukasi tentang bullying ini, karena dampaknya sangat dalam. Kadang ada juga yang sampai trauma dan menutup diri dari lingkungan.
Posting Komentar