Ramadhan Baik: Saat yang Tepat Anak Belajar Mengelola Amarah
Suasana Ramadhan senantiasa membawa kebaikan bagi mereka yang merindukannya. Salah satunya adalah momen yang tepat untuk membangun karakter baik pada anak.
![]() |
InsyaAllah menjadi anak soleh solehah |
Kali ini saya
akan sharing tentang tentang mengelola amarah pada anak. Sesuatu yang penting, karena banyak orang dewasa terbukti gagal melakukannya. Amarah atau marah adalah salah satu jenis
emosi dasar yang secara umum dimiliki oleh manusia (Eckman, 1970). Tidak
selamanya marah akan selalu berujung pada agresi dan perselisihan. Marah bisa
menjadi salah satu cara kita melindungi diri atau memotivasi diri untuk
melakukan perbaikan. Nah, Ramadhan adalah saat yang tepat untuk mengajarkan
anak untuk mengelola amarahnya dengan lebih baik.
Kisah Ali
Ali akan
menjadi contoh tentang marah. Dia suka belajar bereaksi spontan menunjukkan
ketidaksukaan dengan marah. Itu dulu, saat Ali kecil yang masih berusia 2-4
tahun. Saat dia masih terjebak dengan tantrum yang cukup “menantang”. Sekarang?
Tidak begitu, hanya kadang-kadang saja (cium sayang si Ali Soleh).
Ali telah
berubah menjadi anak yang periang dan suka bercanda. Karakter ekstrovert-nya
yang menonjolpun membuatnya mudah disukai oleh banyak orang. Terlebih dia memiliki
senyum yang begitu manis (kompensasi, hehehe).
Ali menjadi
bukti bahwa sejak dini anak perlu diajarkan cara tentang marah. Beberapa cara
pernah saya ajarkan padanya tentang bagaimana menahan rasa ingin teriak,
memukul bahkan hingga menangis ketika dia betul-betul marah. Seperti teknik
mengelola nafas (menarik nafas panjang dan menghembuskan secara perlahan),
duduk dan minum air putih dan teknik genggam jari sambil mengolah nafas.
Prosesnya
memang tidak instan, karena bisa jadi sikapnya yang mudah marah dan selalu
melempar barang di usia dini adalah copyan dari kedua orangtuanya (tidak ada
orang yang sempurna, kan?). Jadi, Ali tidak salah. Jadi, proses perubahan perilaku Ali tidak akan
berhasil jika orang-orang disekitarnya tetap ajeg dengan marah yang agresif.
Jenis Marah
Saya
lebih suka menggolongkan marah hanya pada 2 jenis, yaitu marah yang agresif dan
marah yang konstruktif. Duh, agak ngaco memang penggolongannya. Harusnya
agresif dengan asertif ya. Hehehe. Tetapi tunggu dulu, baca kemudian penjelasan
saya berikut ini.
Marah agresif adalah marah dengan
melakukan perbuatan dan perkataan yang bisa menyakiti orang lain. Seperti
mengumpat dengan nada kasar, memukul mencubit dan sebagainya. Sedangkan marah yang konstruktif cenderung
menunda penyaluran emosi yang meledak-ledak secara seketika dan melakukan
sesuatu kemudian fokus pada solusi.
Banyak orang
dewasa yang gagal belajar mengelola marahnya dengan baik dan cenderung berlaku
agresif ketika marah. Dan pastinya ini tidak baik untuk diri sendiri atau
bahkan untuk hubungan kita dengan sesama manusia. Oleh karena itu, belajar
mengelola amarah perlu diberikan sejak dini pada anak-anak kita.
Ramadhan momen baik mengelola marah
Berpuasa di bulan Ramadhan
memiliki banyak hikmah. Di saat kita berniat puasa, dengan sadar menahan diri
dari perbuatan yang tidak baik, mengosongkan perut maka banyak emosi-emosi negatif yang bisa kita kontrol. Seperti tidak terlalu sedih jika gagal karena kita
lebih cenderung pasrah pada ketetapan Illahi
Robby; tidak terlalu takut sendirian malam-malam berwudlu karena yakin seluruh
setan telah dibelenggu; dan marah.
Cara mengelola amarah pada anak
Ibadah dan pahala
Pengalaman saya, mengajarkan mengelola
amarah di bulan Ramadhan akan selalu terkait dengan ibadah dan pahala. Meskipun
ini memang dasar pemikiran yang mungkin dianggap dangkal oleh sebagian orang.
Tapi memang ada hadist dalam agama Islam yang menyebutkan: Janganlah marah bagimu syurga. Selain itu, membicarakan bahwa menahan
amarah adalah salah satu bentuk ibadah yang bisa mendatangkan pahala. Jadi,
proses menahan amarah tidak dipaksakan oleh orang lain, tetapi menjadi motivasi
internal bagi anak untuk melakukannya.
Mengenali tanda-tanda ketika ingin marah
Teknik lainnya yaitu mengajarkan
anak mengenali tanda-tanda ketika dia marah. Saya akan bilang, “Coba pegang
dadamu, apa jantungmu berdetak lebih kencang? Kepalamu pusing karena pikiranmu
panas dan rasanya ingin meledak? Atau rasanya ingin sekali berteriak dan
melawan? Eits itu tandanya kamu ingin marah.”
Ketika anak sudah tahu tanda-tanda
dia akan marah, ajarkan mereka berbicara pada diri sendiri, “Tenang-tahan
emosi. Tarik nafas panjang.”
Keajaiban video
Teknik ini berhasil buat keluarga
kami. Acting menyiapkan hp dan
mengambil video saat ada yang marah atau ngomel yang terlalu berlebihan. Kalau
yang sudah besar biasanya otomatis akan mengurangi omelannya karena malu, tapi
beda dengan si kecil. Salah satu dari si kembar_dengan karakter ekstrovert pernah
menangis dan mengamuk habis-habisan karena tahu dia dividoa saat marah. Jadi,
memang dampaknya berbeda ya untuk masing-masing orang.
Teknik Ini juga lihat-lihat level
marahnya, ya. Jika range 0-10 dengan angka 10 berarti marah yang sangat-sangat
besar, maka teknik ini bisa diterapkan untuk range marah 5-7.
Membicarakan "Kenapa marah?" setelah masa krisis lewat.
Masa krisis adalah ketika marah
sedang dalam puncaknya dan ingin sekali diluapkan. Dengan beberapa teknik
seperti penjelasan di atas, marah akan terlewati dengan baik. Setelah emosi
menurun dan benar-benar habis, adalah tepat jika membicarakan kenapa dan apa
yang membuat marah. Tentunya orang dewasa yang mengajaknya bicara perlu
memiliki empati yang tepat dan mau mendengarkan cerita dengan baik. Sehingga
diharapkan jika marah terjadi karena suatu perselisihan atau konflik, bisa
dicari solusi untuk membenahinya.
Nah, setelah anak-anak mampu belajar mengelola marah, maka persiapan lebaran akan menjadi lebih semarak. Anak bisa dikasih hadiah jika dia lulus dan mampu menjadi pribadi yang lebih baik dengan mengelola marah.
Selamat berbuat baik,ya.
Salam sehat dan positif parenting
Semarang, 7 Mei 2020
8 Komentar untuk "Ramadhan Baik: Saat yang Tepat Anak Belajar Mengelola Amarah"
Makasih banyak buat infonya, terkadang kita sebagai orang tua suka terpancing oleh amarah anak dan akhirnya malah anak yang menjadi korban amarah kita
Penting sekali ya Mba kita mengelola amarah agar tidak menjadi sifat yang melekat pada diri seseorang hingga tua. Btw, memang benar saat ramadhan adalah momen yang tepat melatih amarah agar tidak meledak2.. Menjadi lebih sabar dan santun dalam berakhlak..
Secara tidak langsung ini belajar parenting. Suka dengan interaksi orang tua dan anak-anak, bisa jadi bekal saya di kemudian hari. Seneng lihatnya.
Wah ada juga ternyata marah yang Positif ya,
Yakni langsung berfokus pada solusi dan Penyelesaian 🤠
Kalau bisa sih gak perlu marah dan selalu fokus sama solusi 💃
Marah yang konstruktif tuh yang sulit, Kak. Kebanyakan kita cepat marah dan membabi buta seketika. Jadi teringat pada hadis Nabi, bahwa sabar itu pada pukulan pertama. Mungkin bisa dikaitkan dengan marah jenis ini, yaitu menahan amarah dan menyalurkannya lewat solusi, which is tidak mudah. Butuh berlatih dan belajar. Apalagi kalau menghadapi anak-anak pas marah, atau kita yang terpancing kemarahan, sama-sama kudu menahan diri terutama orangtua. Syukurlah kalau anak termasuk yang terbuka menyatakan perasaannya. Kaang ada anak yang sulut berbagi emosi. Kudu ekstra sabar deh. Semoga Ramadan ini jadi momen terbaik buat berbenah, buat memperbaiki emosi agar sama-sama ga cepat marah.
Wah yang kecil malu kali ya waktu marah malah divideokan. Beda dengan kakak nya. Memang ada anak yang mudah marah ya. Anak bungsuku juga gitu dulu, gampang marah. Dan kalo marah itu kadang naik lemari, hahahaa
Bermanfaat sekali mbak tipsnya. Gak cuma buat anak, orang dewasa pun perlu membaca ini. Jadi makin tercerahkan & lega rasanya. Terimakasih mbak 😍🙏
Wah bagus tips nya
Tapi kayanya harus dipraktekin dulu ke orang tua agar bisa mengajarkan pada anak
Ternyata ada cara untuk menyalurkan kemarahan
Terimakasih ya
Posting Komentar