Migrasi Metodologi Pelatihan Era Pandemi: Dari Offline ke Online Training
Pandemi
yang hadir di bumi ini adalah kepastian, kapan berakhir adalah ketidakpastian.
Jadi, mau tidak mau kita harus beradaptasi dengan pandemi ini. Tetap
menjalankan tugas, tetap membina sdm, tetap menebar kebaikan di muka bumi ini.
PMI
sebagai salah satu organisasi kemanusiaan terbesar di Indonesia telah
melahirkan banyak sekali sdm teratih baik sebagai pelaku kebencanaan dengan
lebih dari 30 spesialis bidang management dan teknis bencana maupun sebagai
pelatih. Piranti pelatihannya juga tidak perlu diragukan lagi, dari mulai
standarisasi pelatihan (dimana saya berkesempatan turut menyertainya baik
sebagai penanggung jawab maupun pelaksana pelatihan, di era 2005an sampai-2012),
kurikulum, modul, evaluasi dll. Hingga di akhir 2019 saya juga masih mengikuti
mekanisme pembinaan pelatih dengan mengikuti penjenjangan dengan melengkapi
portofolio yang dibutuhkan. Memang PMI harus diacungi jempol dalam merespon
kebutuhan kompetensi sdm di era semua butuh sertifikasi. Tinggal sedikit lagi
langkah sebagai lsp bidang psikologi bencana (berharap).
Nah,
kembali tentang penyelenggaraan pelatihan, sejak pandemi datang, semua berpikir
bagaimana protocol yang aman untuk melakukan pelayanan dengan mengutamakan asas
“safety first” untuk pekerja kemanusiaan. Sebagai salah satu promotor dan pelatih
bidang PSP PMI saya sangat mendukung inisiatif komandan PSP PMI Pusat untuk
melakukan psikoedukasi berbasis online. Ini merupakan salah satu adaptasi yang
penting. Terutama pendekatan ini terbukti secara penelitian efektif dilakukan
di masa pandemi. Paling tidak 2 penelitian di bawah ini membuktikan hipotesis
tersebut.
Setelah dilaksanakan beberapa bulan, perlu kiranya
dibuat suatu evaluasi. Di bidang PSP sendiri, psikoedukasi berbasis online
terlaksana dengan baik. Ini tidak hanya klaim sepihak berikut refleksi dari saya mewakili promotor PSP PMI seluruh Indonesia yang telah bekerja luar biasa di program ini.
Evaluasi Pembelajaran Online
Meskipun hanya dilaksanakan dalam durasi yang cukup
singkat (60-90 menit), psikoedukasi PSP PMI tetap melakukan evaluasi
pembelajaran. Instrumen pre dan post tes diberikan untuk peserta webinar.
Pertanyaan pilihan ganda yang terdiri dari 6-12 pertanyaan diberikan sebagai
syarat mendapatkan sertifikat kepesertaan. Perbedaan jumlah ini tidak mengacu
pada materi standar tetapi pelaksanaan psikoedukasi. Jika psikoedukasi untuk
PSP khusus maka jumlah soalnya lebih banya, namun jika dilaksanakan bersamaan
dengan materi lain maka jumlah tesnya lebih sedikit.
Evaluasi ini juga menunjukkan indikator pelaksanaan program. Data menyebutkan per hari ini yaitu 12 desember 2020, terdapat 2.320 orang yang telah mengikuti webinar nasional dengan materi PSP, PK dan CBHFA. Peserta mayoritas berlatar belakang mahasiswa (91,6%), 5,5% sudah bekerja dan sisanya SMA. Ini sebetulnya tidak aneh karena penyelenggaraan webinar nasional ini memang bekerja sama dengan KSR unit Perguruan Tinggi. Tercatat lebih dari 90 institusi pendidikan di seluruh Indonesia telah melaksanakan webinar ini dengan kerjasama PSP PMI Pusat (data PSP PMI). Dari ketercapaian program, tentu saja ini menjadi sesuatu yang membahagiakan. Ketika materi-materi kesehatan mental dapat diterima oleh mereka. Kuatilas materi terjaga karena ada standar materi manajemen stres yang disampaikan dengan narasumber yang biasa disebut promotor PSP PMI adalah para pelatih PSP PMI yang telah memiliki kompetensi dari pelatihan maupun background pendidikan. Belum lagi jika dilihat adanya tren kenaikan pengetahuan sebelum dan sesudah mengikuti psikoedukasi online. Tentunya ini memberikan pembelajaran yang efektif di masa yang sulit bertemu ini.
Migrasi Sistem Pelatihan Offline ke Online
Kebutuhan
menyesuaikan diri ke sistem pembelajaran online menjadi salah satu protokol kesehatan
bidang pendidikan. Oleh karena itu, pelatihan sebagai bentuk pembinaan SDM juga
perlu segera bermigrasi ke arah sana. Meskipun saya yakin banyak pertanyaan
yang akan muncul, banyak keraguan yang menyurutkan langkah, tapi pelatihan
online tetap menjadi solusi terbaik di masa pandemi. Belum lagi era ke depan,
ancaman pandemi-pandemi karena penyakit mikrobiologi (entah term ini benar atau tidak saya maksud adalah penyakit karena perkembangan mutasi mikororganisme) akibat perilaku manusia dan perubahan iklim menjadi satu
fakta yang ada. Seperti yang dikatakan Steven Taylor dalam Pandemic Psychology (2019).
Sebagai
salah satu pelatih PMI yang juga pendidik, saya mengusulkan beberapa penyesuaian yang harus
dilakukan oleh bidang diklat yaitu persiapan teknis dan nonteknis, menyiapkan
pelatih dalam membuat materi online, belajar membuat rekaman dan video editor,
model pembelajaran online (disini bisa dijelaskan bagaimana ice breaking yang
tadinya khas offline menjadi system online), lalu memaksimalkan powerpoint
untuk pembelajaran atraktif dan efektif, persiapan diri maupun menyiapkan situasi
sulit selama pembelajaran online.
Slogan
lebih baik lowtech daripada high-tech perlu disesuakan kembali jika kita mau
beradaptasi dengan kebutuhan jaman now. Tentunya ide ini tetap mengutamakan tujuan
utama mendukung masyarakt menjadi tangguh terhadap bencana. Terima kasih.
Tulisan ini adalah sebuah
refleksi pelatihan jaman pandemi.
Oleh Yuli
Arinta Dewi, S.P., M.Si
Penulis
adalah Pelatih PSP PMI, Dosen, Praktisi Psikologi, Trainer Google
Womenwill-Semarang dan Influencer
Komunikasi
selanjutnya bisa dilakukan di email yuliarinta@yahoo.co.id, social media
ig/twitter/fb @yuliarinta. Terima kasih
Belum ada Komentar untuk "Migrasi Metodologi Pelatihan Era Pandemi: Dari Offline ke Online Training"
Posting Komentar