Drama Jepang The Full Time Wife Escapist Mengajarkan Kesabaran
Jangan Mengeluh tentang Rizki! Sama sekali Tak Berguna.
Drama Jepang The Full Time Wife Escapist Mengajarkan Kesabaran. Cerita ini tayang di waku-waku pada Januari 2021. Waku-waku adalah sebuah channel tv Jepang yang menjadi langganan saya di tv kabel. Saya tertarik dengan scene pertama di episode ke-3 yang saya temukan, cerita tentang kawin kontrak dengan setting Jepang tentunya. Menarik karena berbeda dengan konsep kawin kontrak yang selama ini kita dengar pada umumnya, meskipun sama-sama didasari faktor ekonomi.
Kawin kontrak pada umumnya dilakukan dalam jangka waktu tertentu, dimana
sang istri/suami mendapatkan sejumlah uang dengan kewajiban melakukan semua
tugas termasuk juga aktivitas seksual layaknya suami istri pada umumnya. Bahkan
di beberapa kasus, kawin kontrak ini menjadi satu praktek prostitusi
terselubung. Sedangkan di film seri ini
beda jauh dengan hal di atas. Justru tidak ada aktivitas seksual, jika ada akan
dianggap pelecehan seksual karena hubungan mereka murni atasan bawahan.
Di
cerita ini hubungan kerja sebagai “suami dan istri” diatur dalam sebuah kontrak
kerja. Termasuk jika salah satu diantara mereka memiliki pasangan lain atau
jatuh cinta kepada orang lain. Nah, apa
hubungannya dengan jangan mengeluh tentang rizki? Ya, disini saya tidak akan
mengulik lebih banyak tentang kawin kontraknya tetapi justru melihat bagaimana
pemeran utama (duh saya lupa namanya, karena tidak mudah ya di lidah
Indonesia) seorang perempuan muda
yang ternyata memiliki konsep diri yang rendah akibat seringnya kegagalan yang
dia rasakan selama hidup. Baik itu dalam percintaan maupun pekerjaan. Bahkan
kegagalan itu berakibat pada hutang yang harus dia tanggung untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari maupun akibat biaya pendidikan yang S2 yang dia ambil.
Maka
itulah yang menjadi alasan kenapa akhirnya dia melamar menjadi “istri” dalam
ikatan kawin kontrak dengan suaminya sekarang. Sebagai istri atau bawahan lebih
tepatnya dalam hubungan kerja di rumah itu, dia pun melakukan semua tugasnya
dengan baik. Dari mulai memasak, menyiapkan bekal makan siang dan makan malam,
membersihkan rumah, mencuci dan menyetrika. Di saat dia sendirian ketika sang
suami palsunya bekerja, ada satu scene dia merenungi nasib yang dia alami
Tidak ada guna mengeluh tentang Rizki
Saya
sangat tersentuh dengan refleksi dari tokoh utama. Meskipun memiliki konsep
diri yang rendah, tetapi dia memiliki tekad dan semangat yang kuat tentang
hidupnya. Dia menyatakan tidak ada gunanya mengeluh tentang betapa nasib tidak
adil padanya. Meskipun dia telah bekerja keras, dia tetap gagal dalam banyak
hal. Membuat hidupnya sulit mendapatkan pekerjaan dan kehidupan yang layak.
Tapi dia sadar jika mengeluh tidak akan berguna dalam hidup. Bukannya
mendatangkan peluang justru akan menghadirkan kesedihan dan kemarahan pada diri
sendiri. Dan itu akan menguras emosi serta waktunya untuk bekerja lebih baik
hari itu.
Bagaimana dengan kita? Apakah ada yang pernah merasa lelah melakukan pekerjaannya karena hasilnya tidak sepadan? Yuk sejenak kita tepiskan perasaan itu. Kita “pause” keluhan yang mungkin akan kita ucapkan. Coba cari kebaikan yang telah kita dapatkan. Bisa berupa tempat berteduh yang kita miliki, apapun bentuk rumah itu, teman dan sahabat yang selalu mengingatkan dan menemani kita, keluarga yang selalu mendukung kita “no matter what”, dan lain-lain. Konon, semakin receh bentuk kebaikan yang kita temukan dalam hidup, justru akan membuat kita semakin bahagia.
Jadi rizki tidak selalu berupa uang. Ketika kita masih diberikan kesempatan untuk “bekerja” maka lakukan sebaik-baiknya. Biarkan Allah yang mencukupi kebutuhan kita. Dan tidak ada gunanya mengeluh, karena itu tidak ada gunanya sama sekali.
Salam
positif.
Yuli Arinta
Dewi
Belum ada Komentar untuk "Drama Jepang The Full Time Wife Escapist Mengajarkan Kesabaran"
Posting Komentar